Dugaan Kasus BOP dan Pokir DPRD Garut, ICW Minta Kejari Harus Berikan Kepastian Hukum

FOKUS, HUKUM & HAM1,431 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Penanganan kasus BOP dan POKIR DPRD Garut yang saat ini dalam penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri Garut lambat penanganannya. Hal ini diungkapkan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Sunaryanto, Jum’at (4/10/2019).

Sudah hampir enam bulan berkutat dalam proses penyelidikan, padahal jika dilihat dari alur sistem pembahasan APBD juga sudah terlihat dan bisa menyimpulkan indikasi-indikasi dan perkembangan penyelidikannya.

“Ditakutkan akan menguap alat buktinya dan banyak dimanfaatkan oleh orang-orang atau lebih di kenal dengan mafia kasus, kareba kasus pokir yang terjadi di Garut, tidak jauh berbeda dengan kasus yang terjadi di Malang dan daerah lainnya. Jika penanganannya terlalu lama,” ujar Agus.

Masih kata Agus, selain akan menguapnya alat bukti tidak menutup kemungkin karena lambatanya penanganan akan bisa menghilangkan alat bukti. “Kita belum mengetahui berapa jumlah anggota DPRD yang kembali terpilih dan tidak kembali terpilih. Yang mana jika dilihat seperti ini anggota DPRD lama bisa menggunakan kekuasaannya untuk menghentikan kasusnya,” beber Agus.

Agus juga berharap, harus ada kejelasan dari Kejaksaan Negeri Garut untuk memberikan kepastian hukum pada publik, apakah kasus ini ada indikasi kuat paling tidak ada peningkatan penetapan hukum, misalnya dari penyelidikan menjadi penyidikan dan tidak seperti sekarang kelihatannya ada dugaan menggantung penanganannya.

“Janji selama dua bulan ada kepastian hukum terkait kasus dugaan BOP dan Pokir DPRD dari Kejari Garut, itu yang kita tagih kepada Aparat Penegak Hukum. Jangan kalah sama KPK, ayo tunjukan eksistensi kinerjanya dalam menuntaskan kasus ini. selama ini KPK juga banyak menangani kasus pokir, contohnya di Malang 40 lebih anggota DPRD ditetapkan sebagai tersangka,” katanya.

Agus menuturkan, kasus pokir DPRD ini sudah menjadi gejala umum di beberapa daerah. Dimana pokir itu dimanfaatkan oleh anggota DPRD untuk mendapatkan keuntungan.

“Kalau kita lihat pokir ini identik dengan proyek. Yang mana kita mengendus adanya prakatek jual beli sehingga dijadikan alat mencari keuntungan oleh anggota DPRD,” bebernya.

Dijelaskan Agus, kalau dilihat dari alur pembahasan tugas anggota DPRD Garut seharusnya melakukan pembahasan dan memberikan persetujuan terhadap usulan-usulan yang diajukan pihak eksekutif. Sehingga, tidak memiliki pengusulan kegiatan pada banggar melainkan tugasnya memberikan saran.

“Terkait Pokir ini jangan dijadikan alat sandera buat ekskutif dalam APBD, yang akhirnya kompromi dan munculah sebuak titik lokasi proyek yang diusulkan anggota DPRD. Sebenarnya secara aturan itu tidak dibenarkan, kendati ada kegiatan reses yang isinya menampung aspirasi,” pungkasnya. (Firman)***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *