Raden Irfan NP : Salah Satu Syarat Menjadi Ketua DPRD Garut Tidak Boleh Punya Penyakit Alergi Audensi

FOKUS1,058 views

HARIANGARUTNEWS.COM – Kedudukan parlemen dalam sistem demokrasi di negara kita memiliki ruang yang sangat penting sebagai salah satu unsur dari pelaksanaan Trias politica. Sebagai wadah aspirasi masyarakat, tentunya anggota parlemen terpilih dalam pemilu legislatif merupakan tumpuan dan harapan utama bagi masyarakat dalam mengakomodir ragam aspirasi serta segala bentuk yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat.

Namun, dewasa ini kedudukan parlemen di negara kita dinilai tidak berfungsi sebagaimana hakikatnya. Ruang-ruang DPR dari tingkat pusat sampai daerah rupanya telah menjadi bancakan ragam kepentingan salah satunya adalah kepentingan yang datang dari kaum kapitalis serta borjuis. Bagaimana tidak, seperti data yang ditunjukan oleh KPU pada periode 2009-2014, geopolitik dari setiap kursi yang menduduki teritorial pusat, 47,54% dihuni oleh kalangan pengusaha.

Memang kondisi tersebut bukan suatu jaminan absolut, namun dengan melihat flatfrom tentu unsur primordialnya tidak akan jauh dari sana. Karena secara tidak langsung, kondisi tersebut dapat mempengaruhi perilaku dan pola dalam pengambilan keputusan.

Bercermin dari kondisi parlemen daerah, salah satunya Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRR) Kabupaten Garut. Dewasa ini sejak satu periode kemarin 2014-2019 parlemen kita telah begitu banyak dinamika yang terjadi. Mulai dari persoalan issue pemufakatan jahat yang salah satunya melibatkan ketua DPRD Garut Ade Ginanjar S Sos sampai pada persoalan kolektif kasus dugaan Pokir dan BOP yang sampai kian hari belum pada puncak kejelasan.

Apapun itu, secara objektif masalah muncul tidak pada satu pintu saja melainkan saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya, termasuk dalam hal ini untuk meminimalisir segala kemungkinan yang tidak diharapkan dapat berulang kembali. Mata rantai dari budaya hegemonisasi eksekutif terhadap parlemen yang sering berujung pada istilah kongkalingkong, secara perlahan harus segera diputuskan.

DPRD Kabupaten Garut harus segera beranjak dari keterpurukan citra dan kinerja yang selama ini nampak terlihat suram, bagai tanah gersang dan kering sehingga ia tak dapat menumbuhkan satu biji pohon pun untuk ditumbuhkan sehingga kelak pohon itu dapat menjadi peneduh, buahnya dapat dinikmati oleh masyarakat, akarnya dapat menyimpan air untuk memenuhi kebutuhan sumber air masyarakat.

Menginjak masa bakti yang baru pada periode 2019-2024, tentu dalam hal ini, DPRD Garut, salah satunya membutuhkan sosok pimpinan atau ketua parlemen yang dapat menjadi figur bagi masyarakat. Salah satu syarat yang utama menurut perspektif wong cilik yakni tidak mempunyai penyakit alergi kritik, penyakit alergi audensi, penyakit anti rakyat kecil, dan tentunya tidak memiliki penyakit doyan korupsi.

Saya berharap kepada semua pihak, agar prosesi penghantaran orang yang nantinya akan menduduki kursi kepemimpinan ketua DPRD Garut, disamping memperhatikan prosedural, dan kapabilitasnya, tentu potensi sikap loyalitas terhadap masyarakat serta integritas dan komitmen yang kuat untuk bekerja, mengabdi dan melayani masyarakat harus menjadi kunci gerbang utama dalam setiap pertimbangan.

***Penulis adalah Ketua Aliansi Gerakan Masyarakat Revolusi Garut Selatan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *